MAKALAH
KAPITA
SELEKTA PAI, FASE KONTEMPORER
Dosen : Drs. H SOBRI WASHIL M. HUM
Oleh:
1. Rodiyanto : 201391010211
2. Sujib : 201391010257
3. Sukron Makmun : 201391010258
4. Suprayudi : 201391010261
5. Syaiful Niser : 201391010268
6. Tosir : 201391010270
7. Wakiatur Rohman : 201391010278
8. Yayan Arta Wijaya : 201391010286
9. Yoyok Chandra Purnomo : 201391010289
10. Yulianto : 201391010291
11 . Yusuf Muhammad Salwa : 201391010373
12. Zainal : 201391010296
13. Zakariyadi : 201391010300
14. Fakih Matlubi : 201391010210
15. Misbahul Efendi : 201391010249
16. M. Khuirul Umam : 201391010243
17. Samsul Bahri :
201391010222
18. Burhan Toha :
201391010342
19. M. Nanang Sholeh : 201391010311
20. Khoirul Umam :
201391010
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AT TAQWA
BONDOWOSO
TAHUN AKADEMIK 2016-2017
Kata Pengantar
Alhamdulilah,
puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmad,taufik dan
hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah kapita selekta pendidikan Islam.
Terima kasih
kami ucapkan kepada kedua orang tuakami yang telah memberikan dukungan dan
doanya untuk kami. Tak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu sehingga makalah ini
bisa terselesaikan tepat pada waktunya
dan dalam pembuatan makalah ini tidak ada
suatu hambatan apapun, semoga Allah
memberikan balasan dan semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua sebagai ilmu pengetahuan .
Dan akhirnya
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung untuk terselesaikanya makalah ini.
Kami sadar makalah di jauh darikesempurnaan maka keritik dan saran yang dapat
membangun makalah ini kami tunggu.
Bondowoso,
22 Maret 2016
Kelompok
3
i
Daftar
Isi
Kata Pengantar………………………………………………………. i
Daftar Isi…………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………..... 1
B. Rumusan
Masalah……………………………………………….. 2
C. Tujuan……………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………… 3
A.
Biografi
Tokoh………………………………………………….. 3
B. Karya-Karyanya………………………………………………… 4
C. Konsep
Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Azumardi Azra… 5
1.
Tujuan Pendidikan Islam……………………………………… 5
2. Kurikulum Pendidikan
Islam………………………………….. 6
3. Demokratisasi
Pendidikan Islam………………………………. 7
4.
Modernisasi Pendidikan
Islam………………………………… 7
a. nput dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan…………. 8
b Output bagi masyarakat…………………………………………. 9
BAB III Relevansi Pemikiran Pendidikan
Islam Menurut Azumardi Azra dengan Pendidikan Masa Kini………………………………………………... 11
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………….. 14
Daftar Pustaka………………………………………………………………... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi dewasa ini dapat
mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia pada
umumnya, atau pendidikan Islam khususnya pesantren. Argumen panjang lebar tidak
perlu dikemukakan lagi, bahwa masyarakat muslim tidak bisa menghindarkan diri
dari arus globalisasi tersebut, apalagi jika ingin survive dan berjaya
di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif. Menurut
Fazlur Rahman, pembaruan Islam dalam bentuk apapun yang berorientasi pada
realisasi Islam yang asli dan modern harus bermula dari pendidikan. Dengan demikian, pendidikan Islam harus dijadikan sebagai
salah satu tema sentral dari agenda rekonstruksi pemikiran ke depan.
Menurut ahli
sosiologi, kemajuan dunia pendidikan dapat dijadikan cermin kemajuan
masyarakat, dan dunia pendidikan yang amburadul juga dapat menjadi cermin
terhadap kondisi masyarakatnya yang juga penuh persoala. Mulyana
menyatakan, bahwa pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan
konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building).
Memasuki abad ke 21, isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia
mencuat ke permukaan, tidak hanya dalam jalur pendidikan umum, tapi semua jalur
dan jenjang pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Karena kelemahan proses dan
hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks
keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.
Memang harus diakui bahwa, hingga
kini pendidikan Islam masih berada dalam posisi problematik. Di satu sisi,
pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisasi kejayaan
pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegemonik; sementara di sisi
lain, pendidikan Islam juga “dipaksa” untuk mau menerima tuntutan-tuntutan masa
kini, khususnya yang datang dari Barat, dengan orientasi yang sangat praktis.
Kenyataan tersebut acap kali menimbulkan dualisme dan polarisasi sistem
pendidikan.
Kenyataan yang demikian, menurut
Azyumardi Azra perlu segera dicarikan solusinya. Menurutnya, dalam
pendidikan Islam perlu dikembangkan strategi pendekatan ganda dengan tujuan
untuk memadukan pendekatan-pendekatan situasional jangka pendek dengan
pendekatan konseptual jangka panjang. Sebab, pendidikan Islam adalah suatu
usaha mempersiapkan muslim agar dapat menghadapi dan menjawab tuntutan
kehidupan dan perkembangan zaman secara manusiawi. Karena itu, hubungan usaha
pendidikan Islam dengan kehidupan dan tantangan itu haruslah merupakan hubungan
yang parsial dan bukan hubungan insidental dan tidak menyeluruh. Di sini letak pentingnya sebuah upaya pembenahan dalam
sistem pendidikan.
Adapun dalam makalah ini, akan membahas mengenai pemikiran pendidikan islam menurut
tokoh pemikir kontemporer Prof.
Dr.Azyumardi Azra, M.A, sebagai salah satu tokoh dalam
dunia pendidikan Indonesia banyak mengungkap permasalahan pendidikan
Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi tokoh Azumardi Azra ?
2. Apa saja karya - karya Azumardi Azra ?
3. Bagaimana konsep pemikiran pendidikan menurut tokoh Azumardi
Azra ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi tokoh Azunardi Azra.
2. Untuk mengetahui karya – karya Azmardi Azra.
3. Untuk mengetahui konsep pemikiran Azumardi Azra.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Tokoh
Azyumardi Azra lahir di Lubuk Alung,
Sumatera Barat, pada tanggal 4 Maret 1955. Terlahir sebagai anak ketiga dari
keluarga yang sangat agamis. Sejak kecil, Azra dididik kedua orang tuanya untuk
mencintai ilmu pengetahuan. Meskipun secara finansial kondisi keuangan keluarga
Azra termasuk pas-pasan, keluarga ini tetap mementingkan pendidikan
anak-anaknya hingga kejenjang yang lebih tinggi. Berkat kerja keras sang ayah
dan gaji yang diperoleh oleh sang ibunda, Ramlah, yang berprofesi sebagai guru
agama pada waktu itu, sejak kecil Azra mendapat kesempatan mengenyam
pendidikan. Melalui ayahnya pula ia belajar mencintai ilmu. Kedua orang tuanya
menyadari betul bahwa mereka tidak dapat mewariskan dan membekali harta benda
kepada anak-anaknnya, selain dorongan untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Pendidikan awal Azra dimulai dari
Sekolah Dasar yang berada didekat rumahnya. Sejak kecil, Azra telah dikenal
sebagai anak yang rajin dan pandai, bahkan ia sudah dapat menbaca sebelum
memasuki sekolah dasar.
SMPnya dilanjukan di Sekolah
Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Padang. Disekolah menengah ini, bakat Azra
sebagai seorang yang cerdas sudah kelihatan, yakni dibidang ilmu hitung atau
matematika. Bakat kemahirannya inilah pada saat itu dia mendapat sebutan dari
teman-temannya “Pak Karniyus” nama guru Aljabar dan Ilmu Ukur di sekolahnya.
Kalau Pak Karniyus tidak hadir maka Azra yang menggantikan mengajar di depan
kelas. Sedangkan dibidang ilmu keagaamam, Azra banyak mendapatkan dan
bersentuhan dengan nilai-nilai Islam modernis dan tradisional yang didapat di
luar sekolah.
Pendidikan yang ditempuhnya berikutnya meliputi Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun 1982, Saat Kuliah di IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, Azra sudah dikenal sebagai seorang aktivis, baik diorganisasi
intra maupun ekstra universitas. Pertama-tama, dia terpilih sebgai Ketua Senat
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan terpilih
sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat periode
1981-1982. Sebagai bukti dari aktivitas intelektualisme yang digeluti Azra
dalah keterlibatannya di dunia Jurnalistik atau tulis menulis dimedia masa.
Saat itu, dia telah bergabung di Majalah Panji Masyarakat sebagai wartawan.
Sambil melaksanakan tugasnya sebagai wartawan, rupanya sejak saat itu dia
mengasah kepiawaiannya dalam mengolah kata dalam bentuk karya tulis.
Kemudian
pendidikan Azra berikunya yaitu Master
of Art (M.A.) pada Departemen Bahasa dan Budaya
Timur Tengah, Columbia University tahun 1988, Master of Philosophy (M.Phil.)
pada Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of
Philosophy Degree (Ph.D) tahun 1992, dengan disertasi berjudul The Transmission
of Islamic Reformism to Indonesia : Network of Middle Eastern and
Malay-Indonesian ‘Ulama in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. sejak
2007 sampai sekarang, sebagai guru besar sejarah; dan Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebelumnya dia adalah Rektor IAIN/UIN Syarif Hidayatullah selama dua periode
(IAIN, 1998-2002, dan UIN, 2002-2006).
Azyumari Azra ialah doctor dan guru besar sejarah, namun
pemikirannnya tentang pendidikan Islam tidak diragukan. Ketika menjadi rector
universitas Islam paling bergengsi di Indonesia, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, selama dua periode dengan perkembangan yang
mencengangkan, pemikiran pendidikannya hampir tidak pernah dipertanyakan orang.
Azyumari Azra, Putra Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatra Barat ini merupakan
tokoh intelektual dan tokoh pembaharuan pendidikan Islam Indonesia. Sebagai
seorang pemikir dan actor pendidikan sekaligus, dia bahkan dianggap sebagai salah
satu penopang gerbong bagi lahirnya kaum intelektual muslim di Indonesia.
Kehidupan rumah tangga Azra dimulia ketika ia menyunting
gadis idaman, Ipah Farihah, kelahiran Bogor 19 Agustus 1959, setelah
menyelesaikan pendidikan sarjananya pada 13 Maret 1983. Dan pernikahnya
dikarunia empat orang anak : Raushanfikri Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad
Subhan Azra, Emily Sakina Azra.
Secara singkat, paparan riwayat hidup diatas bahwa Azra
tidak hanya seorang ahli di bidang sejarah, melainkan juga mahir dibidang lain,
seperti keagaman, filsafat, teologi, tasawuf, aliran modern, polotik dan
pendidikan. Dengan keluasan keilmuan yang dimilikinya, kini Azra telah menulis
lebih dari 30 buku tentang Islam. Ia pun telah mengoleksi buku sekitar 25.000
judul buku yang kini tertata rapi diperpustakkan pribadinya. Sehingga Azra
dikenal sebagai pemikir dan pembaharu pendidikan di Indonesia.
B. Karya-Karyanya
Pada tahun 1999, Azra menerbitkan enam buku terbarunya sekaligus, dan diluncurkan
pada 21 September 1999. Keenam buku itu adalah Pendidikan Islam : Tradisi
dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, dan Esei-esei Intelektual Muslim dan
Pendidkan Islam (Jakarta: Logos Wacana ilmu), Islam reformasi : Dinamika
Intelektual dan Gerakan (Jakarta: Rajawali Pers), Konteks Berteologi di
Indonesia : Pengalaman Islam (Jakarta : Paramadina), Menuju Masyarakat
Madani : Gagasan, Fakta, dan Tantangan : dan Renaisans Islam Asia
Tenggara : Sejarah Wacana dan Kekuasaan (Bandung : Rosdakarya). Buku terakhir
ini terpilih sebagai buku terbaik humaniora dan ilmu-ilmu sosial, Yayasan Buku
Utama 1999.
Pada 2000, ia menerbikan dan meluncurkan buku kumpulan wawancaranya di beberapa
media massa nasional dan intenasional, Islam Substantif : Agar Umat Tidak
Jadi Buih (Bandung: Mizan). Dua tahun kemudian, pada 2002, ia kemudian
menerbitkan dan meluncurkan buku-buku terbarunya, antara lain : Historiografi
Islam Kontemporer, Pendidikan Baru Pendidikan Nasional, Menggapai Solidaritas,
Konflik Baru Antar-Peradaban dan Islam Nusantara.
Pada tahun 2003, Azra menerbitkan buku, yang merupakan terjemahan tesis MA-nya
di Columbia Unversity, 1988. Buku itu adalah Surau : Pendidikan Islam
Tradisional di Tengah Modernisasi dan Transisi (Ciputat : Logos Wacana
Ilmu), yang mengulas dan menganalisa surau sebagai lembaga adat, agama, dan
pendidikan di Sumatera Barat. Satu tahun kemudian, pada tahun 2004, Azra
menerbitkan buku edisi revisi yaitu “Jaringan Ulama : Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Akar Pembaruan Islam di Indonesia”,
diterbitkan Kencana, Jakarta. Tidak hanya itu, ditahun yang sama, Azra
menerbitkan “The Origins of Islamic reformism in Southeast Asia : Network of
Malay-Indonesia and Middle Eastern ‘Ulama in the Seventeenth and Eighteenth
Centuries”, diterbitkan Asian Studies Association of Australia in
Association with Allen & Unwin and Unversity of Pers, Hanolulu.
Pada tahun 2005, Azra kembali menerbitkan buku berjudul : “Dari Hardvard
Hingga Makkah”. Buku ini diedit Idris Thaha dan diterbitkan Republika. Pada
tahun 2006, Azra kembai menulis buku dalam bahas Inggris, “Indonesia, Islam dan
Democracy: Dynamics in a Global Context” yang diterbitkan The Asia Foundation,
Solistice (Jakarta, Singapore) and ICIP (International Centre for Islam and
Pluralism).
Penghargaan yang di peroleh, yaitu :
a.
Doktor Honoris Cuasa dari Amerika
Serikat, tepatnya dari Carrol College pada 7 Mei 2005. Gelar tersebut
didasarkan pada keputusan dewan penyantun Carrol College dengan sejumlah
pertimbangan, di antaranya Azra dinilai sebagai ilmuan dan pribadi yang
berkomitmen pada pengembangan saling pengertian dan perdamaian berbasis pada
ide mulitrikulturalisme. Selian itu, dia juga dinilai senantiasa mendorong kaum
muslimin, untuk menciptakan hubungan multinasional dengan menempatkan
perdamaian sebagai motif utama.
b. Menerima penghargaan Bintang Mahapura dari Presiden
RI, Susilo Bambang Yudhoyono pada 15 Agustus 2005. Azra dinilai sebagai salah
satu putra Indonesia yang turut berjasa dalam mengembangkan pemikirannya
terhadap pembanguan bangsa dan demokrasi.
c. Memperoleh “30th Mizan Award” sebgai
penulis paling produktif 2003.
d. Mendapatkan “50th Anniversary
Award” dari The Asia Foundation (TAF) pada 7 April 2005, di Jakarta.
C. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Azumardi
Azra
1. Tujuan Pendidikan Islam
Azyumardi Azra mengerucutkan tujuan pendidikan menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Menurut Azra, tujuan pendidikan
Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk
menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan
dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan di akhirat. Dalam konteks
sosial-masyarakat, bangsa dan negara, maka pribadi yang bertakwa ini menjadi rahmatan
lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia
dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan umum atau akhir
pendidikan Islam.
Adapun tujuan khusus, menurut Azra lebih praxis sifatnya, sehingga
konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealis ajaran-ajaran Islam dalam
bidang pendidikan. Sehingga dapat dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai
dalam tahap-tahap penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotorik, sekaligus
dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai. Dari tahapan-tahapan inilah
kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa tujuan pendidikan secara esensial
adalah terwujudnya peserta didik yang memahami ilmu-ilmu keislaman dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, terwujudnya insan
kamil, yakni manusia yang kembali kepada fitrahnya dan kepada tujuan kehidupannya
sebagaimana ia berikrar sebagai manusia yang datang dari Allah dan kembali
kepada Allah.
2. Kurikulum Pendidikan Islam
Istilah
kurikulum pada awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani
Kuno. Curriculum berasal dari kata currir, artinya pelari; dan curere,
artinya tempat berpacu. Curriculum diartikan jarak yang harus
ditempuh oleh pelari. Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan
pada lembaga pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat pendidikan.
Kemudian lebih detail Azyumardi Azra menyatakan, bahwa kurikulum merupakan
pencapaian tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap dengan materi, metode,
dan sistem evaluasi melalui tahap-tahap penguasaan peserta didik terhadap
berbagai aspek; kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengertian ini sejalan
dengan pendapat Crow yang dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa kurikulum adalah
rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara
sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program
pendidikan tertentu. Dari berbagai definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh peserta didik untuk memperoleh gelar atau ijazah.
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi
sebagai pedoman perencanaan yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing
peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, yaitu mengacu pada
konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil).
Perencanaan pendidikan bagi peserta
didik muslim baik di Negara mayoritas Islam maupun minoritas memerlukan
perombakan radikal dalam bidang kurikulum menyangkut struktur dan mata
pelajaran (subject matter). Oleh karena itu, perencanaan pendidikan
Islam harus berlandaskan dua nilai pokok dan permanen, yakni; persatuan
fundamental masyarakat Islam tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan persatuan
masyarakat internasional berdasarkan kepentingan teknologi dan kebudayaan
bersama atas nilai-nilai kemanusiaan. Dengan kata lain, setiap materi yang
diberikan kepada peserta didik harus memenuhi dua tantangan pokok: pertama, penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi; kedua, penanaman pemahaman pengalaman
ajaran agama.
Dengan demikian, untuk membahas kurikulum pendidikan Islam seyogianya diarahkan
pada:
a.
Orientasi pada perkembangan peserta didik.
b. Orientasi
pada lingkungan sosial.
c. Orientasi
pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini, pengembangan kurikulum harus memberikan arah dan pedoman untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan
kemampuannya. Selain itu, orientasi kurikulum diarahkan juga untuk memberi
kontribusi pada perkembangan sosial, sehingga output-nya mampu menjawab
dan mengejawantahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Demikian juga,
pendiidikan Islam harus berorientasi terhadap ilmu pengetahuan yang memuat
sejumlah mata pelajaran dari berbagai disiplin ilmu, termasuk teknologi.
Azra menegaskan, bahwa kurikulum pendidikan Islam jelas selain mesti
berorientasi kepada pembinaan dan pengembangan nilai agama dalam diri peserta
didik, kini harus pula memberikan penekanan khusus pada penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hanya dengan cara ini, pendidikan Islam bisa
fungsional dalam menyiapkan dan membina SDM seutuhnya, yang menguasai iptek dan
berkeimanan dalam mengamalkan agama. Hanya dengan cara ini pula, secara
sistematis dan programatis dapat melakukan pengentasan kemiskinan secara
bertahap namun pasti.
Oleh karena itu, sudah saatnya untuk lebih serius dalam menangani sistem
pendidikan Islam. Dengan berusaha mencapai tujuan pendidikan Islam yang
berdasarkan kurikulum pendidikan Islam, yang secara ideal berfungsi membina dan
menyiapkan peserta didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi,
dan sekaligus beriman dan beramal saleh.
3. Demokratisasi
Pendidikan Islam
Demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, dati kata “demos” berarti rakyat dan “crato” berarti pemerintah. Maka
demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat. Jika dihubungkan dengan
pendidikan, maka demokrasi pendidikan merupakan suatu pandangan yang
mengutamakan persamaan hak, kewajiban dan perlakuan oleh tenaga kependidikan
terhadap peserta didik dalam proses pendidikan.
Menurut Azyumardi Azra, demokratisasi adalah proses menuju demokrasi. Sedangkan
demokratisasi pendidikan menurut Azra, proses menuju demokrasi di bidang
pendidikan. Dengan demikian, demokratisasi pendidikan adalah proses menuju
demokrasi pendidikan Islam. Menurut Azra, demokratisasi pendidikan Islam
bertujuan akhir pembentukan masyarakat Indonesia yang demokrasi, bersih,
bermoral, dan berakhlak serta berpegang teguh pada nilai keadaban. Selain itu,
Azra juga mengemukakan beberapa ciri demokratisasi pendidikan Islam, yaitu:
a.
Adanya kurikulum yang dinamis dan memberikan ruang bagi terwujudnya kreatifitas
peserta didik, mempunyai semangat untuk melakukan perubahan sosial.
b.
Perubahan
paradigma pendidikan Islam, merubah paradigma dari otoriter ke demokratis, tertutup ke
keterbukaan, doktiner ke partisipatoris.
c.
Adanya
sinkronisasi antara lembaga-lembaga pendidikan Islam dengan lingkungan
masyarakat.
4.
Modernisasi
Pendidikan Islam
Azyumardi Azra
menyebutkan, bahwa gagasan dan program modernisasi
pendidikan Islam memiliki akar-akarnya dalam gagasan dan program modernisasi
pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Baginya, modernisasi pemikiran dan kelembagaan
merupakan prasyarat kebangkitan kaum muslimin di masa modern. Karena itu, pemikiran dan kelembagaan Islam
termasuk pendidikan haruslah dimodernisasi dan diperbaharui sesuai dengan
kerangka modernitas.
Bagi Azra
gagasan modernisasi pendidikan Islam tidak hanya menjadi wacana, melainkan juga
harus menjadi kenyataan dan dipraktekan. ide dan kenyataan harus dibangun
bersama-sama, karena dengan cara inilah sebuah ide dapat dirasakan manfaatnya.
Azra menekankan
perlunya kerangka
berpikir selayaknya mengalami perubahan dan penyesuaian terhadap perkembangan
zaman. Diperlukan pemikiran yang terbuka dengan wawasan yang luas dan adaptif
agar mampu menyeleksi trend dan perkembangan gaya hidup.
Hubungan antara modernisasi dan pendidikan menurut Azra, pada satu segi
pendidikan dipandang sebagai suatu variabel modernisasi yang merupakan
prasyarat dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan
mencapai tujuan-tujuan modernisasi. Tetapi pada segi lain, pendidikan sering
dianggap sebagai objek modernisasi. Dalam hal ini, pendidikan negara-negara
yang tengah menjalankan program modernisasi pada umumnya dipandang masih
terbelakang dalam berbagai hal, dan karena itu, sulit diharapkan bisa memenuhi
dan mendukung program modernisasi. Karena itu, pendidikan harus diperbarui atau
dimodernisasi, sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulnya.
Secara garis besar melihat dari input-uotput dunia pendidikan Islam yang
kemudian perlu disentuh dengan "modernisasi" secara umum Azyumardi
Azra menggambarkan:
a. Input
dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan.
1) Ideologis-normatif:
Orientasi-orientasi ideologis tertentu yang diekspresikan dalam norma-norma
nasional (Pancasila, misalnya) menuntut sistem pendidikan untuk memperluas dan
memperkuat wawasan nasional peserta didik.
2) Mobilisasi politik: Kebutuhan bagi
modernisasi dan pembangunan menuntut sistem pendidikan untuk mendidik,
mempersiapkan dan menghasilkan kepemimpinan modernitas dan inovator yang dapat
memelihara dan bahkan meningkatkan momentum pembangunan.
3) Mobilisasi ekonomi: Kebutuhan akan
tenaga kerja yang handal menuntut sistem pendidikan untuk mempersiapkan peserta
didik menjadi SDM yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan kerja yang
tercipta dalam proses pembangunan. Dalam hal ini, lembaga-lembaga
pendidikan Islam tidak sekedar menjadi lembaga transfer dan transmissi
ilmu-ilmu Islam, tetapi sekaligus juga harus dapat memberikan keterampilan (skill)
dan keahlian (abilities).
4) Mobilisasi sosial: Peningkatan harapan
bagi mobilitas sosial dalam modernisasi menuntut pendidikan untuk memberikan
akses dan venue ke arah tersebut. Dengan demikian, pendidikan Islam
bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban menuntut ilmu belaka, tetapi harus juga
memberikan modal sehingga kemungkinan akses bagi peningkatan sosial.
5) Mobilisasi kultur: Modernisasi yang
menimbulkan perubahan-perubahan kultur menurut sistem pendidikan untuk mampu
memelihara stabilitas dan mengembangkan warisan cultural yang kondusif
bagi pembangunan.
b.
Output
bagi masyarakat
1) Perubahan sistem nilai: dengan
memperluas peta kognitif peserta didik, maka pendidikan menanamkan nilai-nilai
yang merupakan alternatif bagi sistem nilai tradisional.
2) Output politik: Kepemimpinan
modernitas dan innovator yang secara langsung dihasilkan sistem pendidikan
dapat diukur kekuatan dan intelektual yang direkrut dari
lembaga-lembaga pendidikan.
3) Output ekonomi: dapat diukur dari
tingkat ketersediaan SDM atau tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai, baik white
collar maupun blue collar.
4) Output sosial: Dapat dilihat dari
tingkat integrasi sosial dan mobilitas peserta didik ke dalam masyarakat secara
keseluruhan.
5) Output kultural: Tercermin dari
upaya-upaya pengembangan kebudayaan ilmiah, rasional dan inovatif, peningkatan
peran integratif agama dan pengembangan bahasa pendidikan.
Dengan
kerangka modernisasi di atas, pendidikan Islam diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dunia modern. Dengan bermodalkan lahirnya lembaga pendidikan Islam
yang beronrientasi pada modernisme, melahirkan SDM yang profesional, dan mampu
memberikan akses ke arah mobiltas sosial.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar
ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu :
- Dasar pendidikan Islam pertama adalah, al-Quran dan Sunnah.
- Dasar pendidikan Islam kedua adalah, nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran al-Quran dan Sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.
- Dasar pendidikan Islam ketiga adalah, warisan pemikiran Islam. Dalam hal ini hasil pemikiran para ulama, filosof, cendekiawan muslim, khususnya dalam pendidikan.
Dari dasar-dasar pendidikan Islam
itulah kemudian dikembangkan suatu sitem pendidikan yang mempunyai
karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan lainnya.
Secara singkat karakteristik pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik
Pertama pendidikan Islam, adalah penekanan bahwa pencarian ilmu
pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah.
2) Karakteristik
Kedua pendidikan Islam, adalah pengakuan akan potensi dan kemampuan
seseorang untuk berkembang dalam saauatu kepribadian. Setiap pencari ilmu
dipandang sebagai makhluk tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar
potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya.
3) Karakteristik
ketiga pendidikan Islam, adalah pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar
tanngung jawab kepada tuhan dan masyarakat manusia. Disini pengetahuan bukan
hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktekkan dalam
kehidupan nyata.
Perbincangan tentang Islamisasi ilmu
dan teknologi, bukan tidak bermanfaat. Ia dapat merupakan langkah awal untuk
membangun paradigma lebih Islami, bukan hanya pada tingkat mayarakat muslim
tetapi juga pada tingkat global.
Azumardi Azra mengidentifikasi
masalah-masalah pokok seputar pengembangan sains dalam pendidikan Islam, yakni
:
- Lemahnya masyarakat ilmiah
- Kurang integralnya kebijaksanaan sains nasional
- Tidak memadainya anggaran penelitian
- Kurangnya kesadaran dikalangan sektor ekonomi tentang pentingnya penelitian ilmiah
- Kurang memadainya fasilitas perpustakaan, dokumentasi dan pusat informasi
- Isolasi ilmuwan
- Birokrasi, restriksi dan kurangnya insentif.
Konsep yang melatarbelakangi
beragamnya keberadaan studi Islam di lembaga pendidikan tinggi menimbulkan
perbincangan menyangkut susunan mata kuliah, kurikulum, silabus, pengadaan staf
pengajar yang baik.
Namun demikian, setelah perbincangan
mengenai tantangan era milenium. Terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi
yang pesat, setidaknya dalam beberapa dekade terakhir, semakin banyak orang
tertarik untuk melihat kembali agama-agama dan ajaran-ajaran spiritual.
BAB III
Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam
Menurut Azumardi Azra dengan Pendidikan Masa Kini
Kata kunci untuk memahami pemikiran
Azra adalah bagaimana menempatkan permasalahan abad 21 sebagai tantangan
pendidikan Islam Indonesia secara keseluruhan. Pada abad ini diperlukan upaya
pembaharuan pemikiran pendidikan Islam dengan restrukturisasi sistem dan
kelembagaan. Salah satunya adalah mengubah cara pandang yang menganaktirikan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Azyumardi menjelaskan pengertian
dasar pendidikan Islam yaitu untuk menciptakan kepribadian manusia secara total
untuk memenuhi pertumbuhan dalam segala aspeknya sesuai dengan yang diidamkan
Islam. Ini mempunyai arti sebagai realisasi taqwa kepada Allah. Dan taqwa
sebagai kata kunci sering tidak terjabarkan secara operasional sehingga mudah
dalam menentukan alat evaluasi pendidikan.
Maka upaya Pengembangan materi
pendidikan Islam sejak mula perkembangannya senantiasa meletakkan pandangan
filosofisnya kepada sasaran sentralnya yaitu peserta didik sebagai makhluk
Tuhan yang memiliki potensi fitrah dimana religiusitas Islami menjadi intinya,
dikembangkan secara vertikal dan horisontal menuju kehidupan lahir dan batin
yang bahagia.
Sehubungan dengan peningkatan “peran serta” pemberdayaan
masyarakat dalam pendidikan Islam kiranya perlu ditindak lanjuti secara
konseptual yang lebih praktice. Misalnya saja peningkatan peran serta
masyarakat dalam pemberdayaan manajemen pendidikan. Karena pada kenyataanya penerapan
manajemen di lembaga Islam menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat
teologis, politik, dan ekonomi financial.
Sementara itu berkaitan dengan pemikirannya bahwa lembaga
pendidikan Islam “harus diperbaharui sesuai dengan kerangka “modernitas”, mempertahankan
pemikiran kelembagaan Islam “tradisional” hanya akan memperpanjang nestapa
ketidakberdayaan kaum muslim dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern”.
Menurut kami sangat dipengaruhi oleh idealisme beliau dalam rangka
menghapus pen-dikotomi-an ilmu pengetahuan. Gagasan Azra mengenai pentingnya
modernisasi pesantren dan madrasah merupakan upaya untuk mengintagrasikan
pendidikan Islam kedalam Mainstream sistem pendidikan Nasional.
Bagi Azra gagasan modernisasi pendidikan Islam tidak hanya
menjadi wacana, melainkan juga harus menjadi kenyataan dan dipraktekan. Bagi
Azra ide dan kenyataan harus dibangun bersama-sama, karena dengan cara inilah
sebuah ide dapat dirasakan manfaatnya.
Itulah sebabnya, ketika beliau menjabat yang dilakukan
adalah yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional,
modern, demokratis dan toleran. Lulusan yang tidak memisahkan ilmu agama dengan
ilmu umum, tidak memahami agama secara literer, menjadi Islam yang rasional
bukan Islam yang madzhabi atau terikat pada satu mazhab tertentu saja.Untuk
mencapai ide tersebut institusinya harus di benahi agar ilmu umum dan agama
bisa saling berinteraksi. Dan satu-satunya cara adalah mengembangkan IAIN
menjadi Universitas sehingga muncullah Fakultas Sains, Ekonomi, Teknologi,
MIPA, Komunikasi, Matematika, dan lain-lain.
Disisi lain ketika Azyumardi menggagas pengembangan
kampusnya, disampaikan bahwa “agar supaya wawasan keIslaman akademik yang
dikembangkannya harus mempunyai wawasan keIndonesiaan sebab hidup kampusnya di
Indonesia. “Jadi, keIslaman yang akan kita kembangkan itu adalah keIslaman yang
kontekstual dengan Indonesia karena tantangan umat muslim di sini adalah
tantangan Indonesia”. Pendekatannya terhadap agama adalah pendekatan yang tidak
berdasarkan fanatisme dalam bermazhab dan memahami agama.
Namun demikian dengan segala upaya dan perubahan yang telah
dilakukan, masih banyak kritikan yang mengatakan bahwa hingga saat ini IAIN/UIN
belum mampu mengubah sikap dasar kebanyakan mahasiswanya. Realitanya lingkungan
kampus dan pengajarannya belum memiliki kaitan yang erat dengan masyarakatnya.
Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya angka partisipasi dari mahasiswa dan
lulusan IAIN/UIN dalam membuka kesempatan kerja dan kemandirian sosialnya.
Padahal, tatkala pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan hubungan sosial,
maka situasi ini menjelaskan pendidikan dapat memberikan pengaruh yang
signifikan bagi perubahan sosial yang ada.
Selain hal tersebut, pembahasan Azra tentang
problematika IAIN,
ada kesamaan dalam pembahasan yang ditulis oleh Amrullah Achmad dalam buku
Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta.
Berkaitan dengan perkembangan mutakhir yang dialami agama-agama didunia,
sebenarnya tidak perlu menghawatirkan masa depan lembaga pendidikan Islam.
Namun sistem dan muatan pendidikan Islam itu sendiri harus ditingkatkan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan dunia modern. Dengan mengembangkan
aspek-aspek tertentu, pendidikan Islam dapat diharapkan memberikan sumbangan
yang lebih baik bagi umat manusia.
Sementara itu keberadaan pendidikan Islam dan pengembangan
SDM dalam era globalisasi masih dibahas pada bab pertama ini. Dilihat dari
tuntutan internal dan tantangan eksternal global tadi, amaka diantara
keunggulan yang mutlak dimiliki bangsa dan negara Indonesia adalah penguasaan
sains dan keunggulan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Selain itu diungkapkan
juga beberapa dilema pesantren dalam menyiapkan calon ulama yang berwawasan
luasPeningkatan kualitas SDM melalui pendidikan merupakan salah satu cara
paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan, walaupun ini mungkin memerlukan
waktu yang panjang.
Pendidikan dalam masyarakat modern atau masyarakat yang
tengah bergerak kearah modern (modernizing) pada dasarnya berfungsi untuk
memberikan kaitan antara anak didik dan lingkungan sosio kulturalnya yang terus
berubah. Dalam banyak hal pendidikan secara sadar digunakan sebagai instrumen
untuk perubahan dalam sistem politik dan ekonomi. Kemunculan modernisasi
pendidikan Islam di Indonesia berkaitan erat dengan gagasan modernisme Islam di
kawasan ini. gagasan modernisme Islam pada lapangan pendidikan direalisasikan
dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern yang mengadopsi sistem
pendidikan kolonial belanda. Pemrakarsa pertama dalam hal ini adalah
organisasi-organisasi “modernis” Islam seperti Jami’at Khair, al-Irsyad,
Muhammadiyah dan lain-lain.
Menurutnya sistem lembaga pendidikan tinggi Islam harus
diperbaharui, kurikulum harus ditingkatkan dengan memasukkan topik-topik
beragam dan menarik. Beberapa aspek ajaran dan warisan Islam dapat dipandang
sebagai cabang pokok ilmu-ilmu humaniora yang wilayah studinya mencakup agama,
falsafah, etika, spiritualitas, satra, seni, arkeologi, sejarah. Adalah mungkin
untuk mengembangkan bidang studi Islam kepada bidang ilmu-ilmu sosial lainnya.
Kerangka dasar modernisasi pendidikan Islam secara keseluruhan
adalah bahwa modernisasi pemikiran dan kelembagaan Islam, merupakan prasyarat
bagi kebangkitan kaum muslim dimasa modern.
Bertahannya pesantren sampai saat ini mengisyaratkan bahwa
dunia Islam tradisi dalam segi-segi tertentu masih tetap relevan ditengah deru
modernisasi. Dengan kata lain beliau mengungkapkan
bahwa pesantren mampu bertahan bukan hanya karena kemampuannya untuk melakukan
adjusment dan reajdusment, tetapi juga karena karakter essensialnya, sebagai
lembaga yang tidak hanya identik dengan makna keIslaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian Indonesia (indigenous). Namun gelombang santrinisasi yang
terus berlangsung mengakibatkan harapan kepada pesantren semakin meningkat.
Sebuah diskursus tentang eksisitensi
perguruan tinggi Islam (dalam perspektif ini IAIN). Sebagai sebuah lembaga yang
diasumsi sebagai pencetak kaum intelektual Islam, hingga saat ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan.
Selain itu sistem pendidikan dan perkuliahan yang
berlangsung kebanyakan masih menggunakan the banking concept of education
(pendidikan ala bank), bukan problem posing education (pendidikan yang
kritis).
Selanjutnya, pentingnya studi Islam. IAIN sebagai perguruan tinggi khusus
agama yang terpisah dari universitas umum, sangat tidak berlebihan jika IAIN
memposisikan dirinya sebagai pusat studi Islam yang memadukan kajian keIslaman
pada ketiga kawasan (Barat Eropa, Timur Tengah dan Asia), yang memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing. Meski hal itu adalah upaya berat, tetapi
amat baik untuk menciptakan pakar-pakar muslim yang benar-benar mumpuni dalam
melihat, memahami dan menjelaskan Islam dengan berbagai aspeknya guna menjawab
kebutuhan dunia modern.
BAB IV
KESIMPULAN
Pendapat
Azyumardi Azra hakikat pemikiran pendidikan Islam adalah suatu proses
pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW, agar dapat mencapai derajat yang tinggi supaya ia mampu
menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, dan berhasil mewujudkan
kebahagiaan di Dunia dan Akhirat. Dan
pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu pengetahuan dari orang yang tidak
tahu menjadi tahu saja namun pendidikan juga di identikan dengan bimbingan
serta penanaman nilai-nilai karakter yang ada di dalam setiap mata pelajaran.
Sumber-sumber pendidikan Islam
menurut Azyumardi Azra adalah adalah Al-quran, Sunnah Nabi, Ijtihad sahabat,
Kemaslahatan Masyarakat, Nilai- nilai adat istiadat dan kebiasaan sosial, dan
hasil pemikiran pemikir Islam. Pendapat Azymumardi Azra tentang
modernisasi adalah Islam merupakan upaya untuk mengaktualisasikan ajaran Islam
agar sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi.
Daftar
Pustaka
· Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Cet. IV; Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2002), hal 43.
Fazlur Rahman, Islam (Cet.
III; Bandung: Pustaka, 1997), hal 84.
· Ngainum Naim Dan Ahmad Sauqi, Pendidikan
Multikultural; Konsep Dan Aplikasi,
(Yogyakarta
: Ar-ruzz, 2008). hal,
13.
· E. Mulyasa, Manajemen Berbasis
Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002). hal, 4.
· Dede Rosyada, Paradigma
Pendidikan Demokratis, (Jakarta : Prenada Media, 2004), hal, 1.
· Mahmud Arif, Pendidikan Islam
Transformatif (Cet. I; Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2008),
hal 6-7.
· Ibid, hal 48.
· Azyumardi Azra, Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak
Akar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia (Cet. IV; Bandung: Mizan,
1998), h. 5.
· Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III (Cet. I; Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 323.
· Siti Napsiyah Ariefuzzaman, Pemikir
Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pena Citasatria, 2007), hal 45.
· Azyumardi Azra, Op. Cit, hal
8.
· Ibid, hal 9.
· Mahmud, Op. Cit, hal 139.
· Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 617.
· Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Cet.
IX; Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h. 149.
· Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, 2012, h. 9.
· Abuddin Nata, Pemikiran Para
Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Cet. III; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2003), h. 70.
· Mahmud, Op. Cit., hal 141.
· Azyumardi Azra, Op. Cit, hal
66.
· Ramayulis, Op. Cit, hal 334
· Azyumardi Azra, Op. Cit, hal
31.
· Siti Napsiyah Ariefuzzaman, Op.
Cit, hal 69.
· Azyumardi Azra, Op. Cit, hal
32.
· Ibid, hal 35-36.
· Ibid, hal 10.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar